Judul : Coco (2017) (4,5/5)
link : Coco (2017) (4,5/5)
Coco (2017) (4,5/5)
RottenTomatoes : 96% | IMDb : 8,9/10 | Metascore : 80/100 | NikenBicaraFilm : 4,5/5
Rated : PG
Genre : Animation, Drama, Fantasy
Directed by Lee Unkrich ; Produced by Darla K. Anderson ; Screenplay by Adrian Molina, Matthew Aldrich ; Story by Lee Unkrich, Jason Katz, Matthew Aldrich, Adrian Molina ; Starring Anthony Gonzalez, Gael García Bernal, Benjamin Bratt, Alanna Ubach, Renée Victor, Ana Ofelia Murguía, Edward James Olmos ; Music by Michael Giacchino ; Cinematography Matt Aspbury, Danielle Feinberg ; Edited by Steve Bloom, Lee Unkrich ; Production company Walt Disney Pictures, Pixar Animation Studios ; Distributed by Walt Disney Studios Motion Pictures ; Release date October 20, 2017 (Morelia), November 22, 2017 (United States) ; Running time109 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $175–200 million
Story / Cerita / Sinopsis :
Miguel, seorang anak lelaki 12 tahun terjebak di dunia orang mati pada saat perayaan Day of the Dead. Ia kemudian berusaha mencari kakek leluhurnya untuk mengantarkannya kembali ke dunia orang hidup.
Review / Resensi :
Tiga hari yang lalu saya terjebak di sebuah mall. Nggak bisa pulang karena hujan deras di luar, sementara saya bawa motor. Akhirnya saya pun "terpaksa" nonton bioskop, dan pilihan saya jatuh pada Coco. Saya sebenarnya nggak pernah terlalu suka sama film-film animasi (hal ini lumayan aneh sih mengingat kerjaan saya berhubungan dengan dunia kreatif dan saya juga suka sesuatu yang colorful). Tapi pilihan film lainnya ga menjanjikan juga: Murder of the Orient Express (yang mending nunggu donlotannya aja), Ayat-Ayat Cinta 2 (maaf ya ogah banget ngabisin duit 35ribu untuk film-film relijius komersial yang dari sinopsisnya aja bikin gatel dinyinyiri), dan Justice League (yang udah nonton, dan ogah banget saya nonton ini lagi. Review menyusul yes.). Akhirnya saya pun nonton Coco, sendirian, dan kok sial banget duduk di tengah pasangan cowok cewek yang lagi pacaran. Lalu... inilah yang terjadi di akhir film: saya banjir air mata, nangis, mati-matian nahan supaya ga sesenggukan. Dan baru sadar kalau nontonnya sendirian, jadi ga bisa kayak cewek-cewek di sebelah yang nangis sambil dipeluk pacarnya. Alhasil saya cuma melukin dan menguatkan diri sendiri, karena filmnya sumpah sedih banget.(Meminjam istilah seorang teman): seperti ada yang menembakkan gas air mata ke gedung bioskop. Damn it, Pixar!
Pixar memang sejauh ini terkenal ga cuma karena karya-karya film animasinya yang memang kuat dan bagus, tapi juga karena cerita-ceritanya yang bisa menyentuh hati, sebut saja Finding Nemo, Inside Out, Up, Toy Story, dan Wall E. Selain itu, temanya juga selalu beragam dengan kisah-kisah fantasi yang solid, seru, dan menyenangkan. Coco, adalah salah satunya. Coco terinspirasi dari Dia de los Muertos (Day of the Dead), sebuah perayaan di Meksiko dimana para anggota keluarga berkumpul untuk mengenang dan mengingat nenek moyang mereka yang telah meninggal. Mereka mempercayai bahwa pada hari perayaan ini arwah nenek moyang mereka datang mengunjungi keluarga mereka di dunia. Kisah Coco kemudian mengikuti perjalanan Miguel Riveira (Anthony Gonzales), seorang anak berumur 12 tahun yang memiliki mimpi menjadi seorang musisi dimana keluarganya yang turun temurun menjadi pengrajin sepatu sangat menentang cita-citanya itu. Hal ini disebabkan sentimen pribadi karena kakek leluhur mereka adalah seorang musisi yang pergi meninggalkan keluarga mereka. Dalam suatu kejadian, tidak disangka Miguel terjebak di dunia kematian, dan ia berusaha mencari seorang musisi terkenal yang merupakan kakek leluhurnya untuk membawanya kembali ke dunia orang hidup.
Sebenarnya, kalau ada film animasi main di bioskop, saya nggak pernah terlalu antusias untuk nonton - sama sekali berbeda dengan antusias saya kalau ada film sebangsa Alien atau Sci-fi macam Blade Runner 2049 yang main di bioskop. Saya juga heran kenapa. Dan Coco membuat saya mempertanyakan lagi alasan kenapa saya nggak doyan animasi, karena ternyata Coco ini sangat menakjubkan dan incredibly emotional. Visual dan detail animasinya jangan dipertanyakan lagi. Pixar membawa kita menjelajahi otentiknya Meksiko lewat perayaan Day of the Dead, namun yang paling menakjubkan adalah ketika kita dibawa ke Negeri Orang Mati - yang sama sekali jauh dari kata menakutkan biarpun para penghuninya sudah berupa tulang belulang semua. Sebuah fantasi surga mini yang sangat menyenangkan. Ketika pemandangan negeri orang mati ini ditampilkan di layar bioskop, saya sampai berdecak kagum karena saking menawannya. Excited saya mirip seperti ketika saya dibawa ke dunia khayalan Harry Potter. Fantasi visual semacam inilah yang membuat bioskop akan selalu saya cari daripada sekedar nonton lewat downloadan. Oh yes, saya kecanduan hal-hal semacam ini untuk melarikan dari kehidupan monoton saya yang banal dan membosankan.
Seperti yang sudah saya bilang di paragraf atas, film Coco bikin saya nangis sejadi-jadinya. Bahkan, ketika saya pulang dan mendengarkan soundtrack-nya di youtube, saya nggak bisa nggak nangis lagi. Entahlah, mungkin emang saya aja yang cengeng. But please, kalau sampai kamu nonton ini dan nggak nangis atau minimal matamu berkaca-kaca... perhaps you are dead inside! Dengan mengambil tema keluarga dan kenangan, Coco akan mengingatkan kita hangatnya kasih keluarga, dan kasih mereka yang sudah meninggalkan kita. Momen klimaksnya tentu saja ada pada syahdunya Miguel ketika menyanyikan Remember Me, yang menimbulkan momen magis bagi seisi bioskop untuk mulai menangis. Termasuk saya. Oh please, that magical damn song! *nangis lagi* *sedih*. Apalagi, pas nonton Coco ini saya baru saja kehilangan om saya yang selalu tampak ramah, hangat, dan bahagia, jadi mendengarkan Remember Me dengan liriknya yang begitu pas ini gimana ga bikin saya makin mewek.
Sial. Tissue mana tissue... *usap ingus*
Selain bikin saya nangis (parah!), Coco juga tidak melupakan unsur-unsur komedinya yang fun dan konyol. Saya juga suka otentiknya Coco ini dalam mengenalkan kita kepada kultur Meksiko yang mungkin sebelumnya cuma populer berkat film-film telenovelanya. Cast pengisi suaranya pun diisi mereka yang masih berdarah latin, dan Miguel yang menyanyikan versi utama soundtrack Remember Me juga masih keturunan Meksiko. Lagu-lagu Coco yang musicnya dikerjakan oleh Michael Giacchino juga sangat catchy didengarkan. Tapi tentu saja yang paling favorit adalah Remember Me versi lullaby-nya Gael Garcia Bernal atau Anthony Gonzales yang sangat indah ~
Anyway, pas film berakhir saya baru sadar kalau film Coco ini disutradarai oleh Lee Unkrich - yang juga sebelumnya sukses bikin saya nangis lewat Toy Story 3. Ah.
Overview:
P.S. :
Ngomong-ngomong, sebelum Coco dimulai ada secuplik kisah singkat lanjutan Frozen dalam sebuah short-movie berdurasi singkat berjudul Olaf's Frozen Adventure. To be honest... film yang ini biasa aja dan nggak penting-penting banget. Hahahaha.
Sebenarnya, kalau ada film animasi main di bioskop, saya nggak pernah terlalu antusias untuk nonton - sama sekali berbeda dengan antusias saya kalau ada film sebangsa Alien atau Sci-fi macam Blade Runner 2049 yang main di bioskop. Saya juga heran kenapa. Dan Coco membuat saya mempertanyakan lagi alasan kenapa saya nggak doyan animasi, karena ternyata Coco ini sangat menakjubkan dan incredibly emotional. Visual dan detail animasinya jangan dipertanyakan lagi. Pixar membawa kita menjelajahi otentiknya Meksiko lewat perayaan Day of the Dead, namun yang paling menakjubkan adalah ketika kita dibawa ke Negeri Orang Mati - yang sama sekali jauh dari kata menakutkan biarpun para penghuninya sudah berupa tulang belulang semua. Sebuah fantasi surga mini yang sangat menyenangkan. Ketika pemandangan negeri orang mati ini ditampilkan di layar bioskop, saya sampai berdecak kagum karena saking menawannya. Excited saya mirip seperti ketika saya dibawa ke dunia khayalan Harry Potter. Fantasi visual semacam inilah yang membuat bioskop akan selalu saya cari daripada sekedar nonton lewat downloadan. Oh yes, saya kecanduan hal-hal semacam ini untuk melarikan dari kehidupan monoton saya yang banal dan membosankan.
Seperti yang sudah saya bilang di paragraf atas, film Coco bikin saya nangis sejadi-jadinya. Bahkan, ketika saya pulang dan mendengarkan soundtrack-nya di youtube, saya nggak bisa nggak nangis lagi. Entahlah, mungkin emang saya aja yang cengeng. But please, kalau sampai kamu nonton ini dan nggak nangis atau minimal matamu berkaca-kaca... perhaps you are dead inside! Dengan mengambil tema keluarga dan kenangan, Coco akan mengingatkan kita hangatnya kasih keluarga, dan kasih mereka yang sudah meninggalkan kita. Momen klimaksnya tentu saja ada pada syahdunya Miguel ketika menyanyikan Remember Me, yang menimbulkan momen magis bagi seisi bioskop untuk mulai menangis. Termasuk saya. Oh please, that magical damn song! *nangis lagi* *sedih*. Apalagi, pas nonton Coco ini saya baru saja kehilangan om saya yang selalu tampak ramah, hangat, dan bahagia, jadi mendengarkan Remember Me dengan liriknya yang begitu pas ini gimana ga bikin saya makin mewek.
"Remember me, though I have to say goodbyeWell, kematian adalah perpisahan yang paling menyedihkan. Namun melankolisnya lagu Remember Me ini menjadikan kematian sebagai sebuah perpisahan yang sedikit..... menenangkan. Kayak pengen ngasih tahu, biarpun kita sudah berpisah selamanya dan kematian tidak bisa dielakkan, namun mereka yang sudah meninggalkan kita tidak benar-benar meninggalkan kita. Mungkin mereka masih mengingat dan merindukan kita, sebagaimana kita mengingat dan merindukan mereka. Dan yang menyedihkan adalah ketika kita yang hidup tidak lagi mengingat kenangan-kenangan mereka yang sudah meninggalkan kita...
Remember me, don't let it make you cry
for even if I'm far away, I'll hold you in my heart
I sing a secret song to you, each night we're apart..."
Sial. Tissue mana tissue... *usap ingus*
Selain bikin saya nangis (parah!), Coco juga tidak melupakan unsur-unsur komedinya yang fun dan konyol. Saya juga suka otentiknya Coco ini dalam mengenalkan kita kepada kultur Meksiko yang mungkin sebelumnya cuma populer berkat film-film telenovelanya. Cast pengisi suaranya pun diisi mereka yang masih berdarah latin, dan Miguel yang menyanyikan versi utama soundtrack Remember Me juga masih keturunan Meksiko. Lagu-lagu Coco yang musicnya dikerjakan oleh Michael Giacchino juga sangat catchy didengarkan. Tapi tentu saja yang paling favorit adalah Remember Me versi lullaby-nya Gael Garcia Bernal atau Anthony Gonzales yang sangat indah ~
Anyway, pas film berakhir saya baru sadar kalau film Coco ini disutradarai oleh Lee Unkrich - yang juga sebelumnya sukses bikin saya nangis lewat Toy Story 3. Ah.
Overview:
Probably my best animation movie after Toy Story 3, and my favorite movie in 2017. Visualnya menakjubkan dan tidak perlu diragukan lagi kejeniusan tim kreatif di balik Pixar. Kisahnya sederhana tapi juga sangat menyentuh. Sebuah film dengan komposisi yang tepat dalam membuat kita tersenyum dan juga terharu. Seriously, if you're not cry after watching this, maybe there is something wrong with you.... psychopath!
P.S. :
Ngomong-ngomong, sebelum Coco dimulai ada secuplik kisah singkat lanjutan Frozen dalam sebuah short-movie berdurasi singkat berjudul Olaf's Frozen Adventure. To be honest... film yang ini biasa aja dan nggak penting-penting banget. Hahahaha.
Demikianlah Artikel Coco (2017) (4,5/5)
Sekianlah artikel Coco (2017) (4,5/5) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Coco (2017) (4,5/5) dengan alamat link https://contohwebsiteagc.blogspot.com/2017/12/coco-2017-455.html
0 Response to "Coco (2017) (4,5/5)"
Posting Komentar